Idealnya Kerja Nih…

Idealnya Kerja Nih...

PRINSIP KERJA “888” ALA AUSTRALIA
Pada umumnya kita orang Indonesia, sangat terbiasa bekerja hingga larut malam. Karena kita bukan karyawan pabrik yang dituntut mengejar target produksi ataupun bagian marketing yang dituntut mengejar target penjualan, untuk Pegawai Negeri Sipil, biasanya lembur karena tuntutan dari pimpinan, yang pimpinan itu tentunya dapat perintah dari pimpinannya lagi, pimpinannya pimpinan dari pimpinan paling atas..dst (ribet ya-red) Betul tidak?
Tapi agak sedikit heran waktu ada sebuah artikel di majalah intisari pertengahan tahun lalu, yang menurut saya cukup menarik, judulnya : Prinsip Kerja “888” ala Australia, jadi maksudnya dalam 24 jam dalam sehari di pakai 8 jam untuk bekerja, 8 jam untuk rekreasi, dan 8 jam untuk istirahat.
Artikel tersebut ditulis oleh Intan Indira Riauskina yang tengah menempuh pendidikan doctor di University of Melbourne Australia. Awalnya dia juga sempat bingung dengan pola kerja warga di sana. Staf akademik dikampusnya tidak pernah bekerja lembur. Mereka bekerja dari pukul 09.00 sampai 17.00 tidak lebih dan tidak kurang. Rapat pun tidak pernah dijadwalkan di atas pukul 16.00. (ups…)
Bahkan ketika ia mengirim email diatas pukul 17.00 atau di akhir pekan, tidak pernah dibalas sampai hari kerja berikutnya. Meski para pekerja itu tidak menghabiskan sepanjang hari untuk bekerja, para akdemisi di Melbourne tetap bisa menghasilkan karya-karya dengan standar internasional. Bahkan, menurut Nature Publishing, Australia merupakan salah satu negara dengan publikasi internasional terbanyak. University of Melbourne termasuk lima besar universitas di dunia dalam hal karya ilmiah.
Pola kerja seperti itu tidak ditemukannya ketika dia bekerja di sebuah universitas di Indonesia. Ia sering bekerja hingga larut malam, dan sering juga menyelesaikan pekerjaan ketika keluarga sedang berkumpul. Teknologi push e-mail yang memungkinkan e-mail diterima kapan pun dan di mana pun, membuat para pembimbingnya waktu itu dapat membalasnya meski di luar jam kerja. Hal itu pula yang sering terjadi di tempat kerja kita kan? Ini membuat batas yang tidak jelas antara pekerjaan dan waktu beristirahat pada pekerja di Indonesia.
Pukul 17.00 di Melbourne para karyawan mulai keluar kantor dan memenuhi transportasi publik untuk pulang kerumah. Seorang karyawan di perusahaan sekuritas bercerita bahwa di kantornya tidak perah lembur lebih dari pukul 19.00. Sebab mereka ingin menghabiskan waktunya bersama teman dan keluarga.
Kerja Efektif, Kerja Produktif
Jelasnya antara batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi itu segera mengundang pertanyaan: “apakah kita perlu menghabiskan banyak waktu di kantor bila ternyata produktivitasnya mungkin akan lebih baik bila dilakukan pembatasan jam kerja?” ia menambahkan.
Pembatasan jam kerja mulai diusulkan sejak Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-19. Dengan berkembangnya tuntutan untuk mengembangkan industri, para pekerja pabrik-termasuk anak-anak dan wanita-kala itu biasa bekerja hingga 12-15 jam sehari. Para pemilik pabrik dan politisi kemudian memikirkan efek jam kerja terhadap kehidupan pribadi pekerja pabrik, terutama anak-anak. Kemudian Robert Owen, seorang pemilik pabrik dan pemikir mencetuskan ide “8 jam kerja, 8 jam rekreasi, dan 8 jam beristirahat”.
Dari sinilah lahir kebijakan untuk mengurangi jam kerja menjadi 10 jam per hari, termasuk akhirnya diberlakukan juga di Australia. Pada 12 Mei 1856, para pekerja menuntut pengurangan waktu kerja yang kemudian dikenal dengan “888 movement”.
Sampai sekaang, di beberapa gedung perhimpunan pegawai tampak tanda 888 dan terdapat sebuah monumen di Melbourne sebagai simbol peristiwa itu. Dari sinilah lahir etika bekerja yang seperti dimiliki oleh warga Melbourne: “Fokus bekerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore, lalu menikmati istirahat, dan menghabiskan waktu bersama keluarga”. Agaknya etika ini menyenangkan…ehmm boleh di coba nih…(ngarep.com).
Sesuai kultur
Bukan tanpa alasan menetapkan waktu bekerja 8 jam per hari. Beberapa penelitian menunjukkan, bekerja dengan jam yang panjang akan memiliki efek buruk terhadap prestasi kerja. Pun, penelitian tentang kesejahteraan dan jam kerja menunjukkan bahwa semakin lama kerja, semakin menurun produktivitas karyawan. Jam kerja yang panjang berarti berkurangnya waktu istirahat yang akan berpengaruh dalam performa kognisi kita, termasuk performa di dalam pekerjaan.
Dengan membatasi jam kerja, para karyawan dapat melakukan kegiatan-kegiatan rekreasi yang akan mendukung kesehatan mental mereka. Kesehatan mental yang baik tentu akan dapat meningkatkan produktivitas. (Di Kemenkes adanya program senam dan melakukan aktivitas olahraga atau seni sudah cukup memfasilitasi nih.. ayo sukseskan program ini semangat!!!)
Membatasi jam kerja juga berarti mengondisikan pekerja untuk memanfaatkan semua waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa adanya waktu ekstra setelah jam bekerja. Salah satu hambatan dalam produktivitas adalah manajemen waktu. Dan pembatasan waktu kerja dapat membantu mengatasi masalah ini.
Selain soal waktu, juga dilakukan penelitian tentang saat produktif manusia. Atensi manusia lebih bagus pada pagi hari dan akan menurun dengan berjalannya waktu pada hari itu.
Pembatasan waktu kerja ini membuat kita dapat menerapkan: “kapan kita sangat fokus dan kapan kita berhenti-pada saat lelah”. Namun menurut beberapa ahli, di beberapa negara-termasuk Indonesia- hal ini sulit diimplementasikan karena terkait faktor sosiokultural dalam memahami waktu bekerja. Contohnya, kemacetan yang kerap melanda Jakarta.
Pada umumnya pekerja di Jakarta memiliki tempat tinggal di luar kota Jakarta. Mereka tersebar di kota-kota satelit, seperti Bekasi, Tangerang , Depok, bahkan Bogor dan Karawang. Jarak tempuh yang cukup jauh membutuhkan paling tidak 1-2 jam atau lebih di perjalanan menuju kantor, dan menuju rumah. Sehingga tidak mengherankan setiap harinya seorang karyawan biasa menghabiskan waktu 4-6 jam di perjalanan saja. Berangkat ke kantor ketika matahari belum nampak, kembali ke rumah matahari sudah tenggelam. Terus kapan waktunya buat keluarga, alih-alih mencari uang untuk keluarga, malahan uang habis untuk berobat gara-gara sakit.
Intan juga mencoba mengaplikasikan pada dirinya ala kerja “888” tersebut. Begitu sampai di kantor dia segera membuat daftar hal-hal yang akan dilakukannya, serta membuat rincian tugas untuk tiap jamnya dan bertekad menyelesaikan semua pekerjaan pada pukul 17.00.
Ajaib! Ternyata, dia bisa menyelesaikan pekerjaan lebih banyak dibandingkan ketika dia kerja hingga larut malam. Ia pun bias membaca buku atau menonton tv setelah delapan jam bekerja. Dengan membagi waktu secara pasti, dia terhindar dari yang namanya menunda-nunda pekerjaan. Meskipun demikian, masih sulit buat dirinya untuk tidak menyentuh pekerjaan sama sekali setelah bekerja. Dengan mengikuti pola kerja warga Melbourne, ia bisa memenuhi tugas, tetap sehat, dan memiliki pergaulan yang cukup.
Bekerja efektif juga berdampak bagi kesejahteraan seseorang, baik fisik maupun psikis. Prinsip “8 jam bekerja, 8 jam rekreasi, dan 8 jam istirahat” mungkin baik untuk ditiru. Namun apakah ini sesuai dengan kultur Indonesia? Entahlah.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Dr. Sharon Toker Universitas Tel Aviv di USA menyebutkan bahwa kelebihan kerja berpotensi menimbulkan risiko sakit jantung. Selain itu Dr. Sharon Toker juga menyebutkan kelebihan kerja dapat menimbulkan dampak buruk terhadap emosi, kognitif, dan fisik seseorang.
Buat kita sebagai PNS mungkin dapat sedikit memodifikasi prinsip kerja 888 dengan catatan kita juga harus siap disiplin dan juga merelakan waktu, jika memang sewaktu-waktu dituntut untuk lembur, dengan kata lain loyalitas. Membuat perencanaan di awal juga harus diikuti dengan pelaksanaan yang sesuai waktu, tepat, dan akurat.
Budaya kerja PNS yang dulunya kelihatannya sangat santai seperti tidak ada kerjaan sudah sangat berubah. Saat ini kita dituntut responsif, cepat, dan tanggap untuk melayani masyarakat. Biar maksimal melayani masyarakat, PNS nya juga harus sehat baik fisik dan psikis. Iya kan???
Sumber :
Majalah Intisari edisi Mei 2012
Harian Media Indonesi edisi Jumat 15 Maret 2013.

Pagi-pagi Gak Boleh BETE

kesal

Meskipun lagi kesel2nya di rumah tapi pas masuk kantor seharusnya lupakan. USahakan tampilkan semangat pagi hari.

Apa menariknya coba kalau pagi2 udah ngomel. Hihihi…jelek tauk, lagipula kamu siapa ngomel-ngomelin saya. Emangnya gak bisa ngomong baik-baik. Udah bagus di bantuin jaga nama baik organisasinya.

Kalau dipikir2 ini bukan perbuatan kamu yang pertama kali. Ayo berubah dong itu gak bagus deh sumpah…

Dengan muka yang berkerut di pagi hari whole your day will be in the dark …
Ayo tersenyum di pagi hari, apa salahnya tersenyum, jangan biarkan orang lain melihat kejengkelan kita… HOW to MANAGE your self??

Dengan selalu tersebyum dan memposisikan sebagaimana seharusnya ukan munafik, cuma…loh salah apa mereka pagi2 udah kita bete-in…ya gak…bagi2 aura negatif juga gak bagus loh…alhasil males deh deket2 sama kamu kalau aura negatifnya di maksimalkan setiap hari.

Lets be a positif think friends..