
Terhitung September 2019, saya kembali ke kantor. Usia Azzam sudah 10 bulan lebih. Alhamdulillah masa-masa perjuangan drama kejar-kejaran ASIP karena si bayi Cuma bisa minum ASI telah terlewati. Azzam sudah memasuki fase MPASI (Makanan Pendamping ASI). Alhamdulillah sudah makan ini itu, tidak bergantung dengan ASI. Lucunya lagi karena kelamaan DBF (Direct Breastfeeding), Azzam jadi lupa nikmatnya mimik memakai dot. Hihihihi. Jadilah mimik ASIP pas ditinggal Ibu pakai gelas yang ada sedotannya. Seharian ditinggal Ibu, Azzam biasanya habis 100-200 ml saja. Biasaya mimik ASIP di jam snack, 1-2 jam sebelum atau sesudah makan.
Bagaimana stok ASIP di kulkas setelah Ibu masuk kerja? Alhamdulilah ada, meski tidak berlimpah ruah seperti Ibu-ibu yang suka posting ASIP satu freezer tersendiri. Rencana saya, saya mau kasih ASIP segar ke Azzam. Insyaallah dengan dua kali memompa di kantor, kebutuhan masih bisa terkejar.
Saya berkantor di Kementerian Kesehatan, yang sudah jelas pasti ada dong ruang amenyusui. Ruang menyusui yang terbilang lengkap dengan fasilitasnya dan tentu saja nyaman. Sofa besar yang bikin ngantukable, pompa ASI grade hospital, sterilizer, kulkas, wastafel tempat cuci botol, sampai pemberian makanan tambahan untuk Ibu menyusui. Lengkap pokoknya. Ruangannya tentu sjaa ber-AC dengan lampu penerangan yang tidak terlalu terang dan dinding ber-wallpapaer.
Sebagai pendatang baru, kemudian saya didaftakan ke grup WA Ibu Perah. Wow rame sekali, asyik nih. Belum lagi ceriita dari teman-teman saya serunya memompa ASI di ruang menyusui. Bisa sambil ghibah sesama busui ketika memerah dan katanya bisa menghasilkan hormon oksitosin yang bisa melancarkan dan meningkatkan produksi ASI. Wah, sepertinya akan menyenangkan. Begitu istimewanya posisi Ibu-ibu menyusui ya, alhamdulillah. Ya gimana gak istimewa semua sudah ada aturannya kok dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Kumplit. Standar ruang menyusui di gedung perkantoran.
Eh tapi, saya baru ngeh, kok ada ya, teman saya, di ruangan yang males buat memompa di ruang ASI. Kemudian ingatan saya muncul pada hasli penelitian tugas kuliah waktu itu. Iyah, saya dengan kelompok membuat tugas melakukan penelitian kualitatif terhadap motivasi Ibu menyusui yang bekerja untuk memberikan ASI ekslusif, yang lokasinya di Kementerian Kesehatan. Hihihihi biar gak ribet-ribet ye kan? Penelitian di kantor sendiri.
Hasilnya? Apakah semua Ibu bekerja di kantor saya melakukan ASI ekslusif? Jawabannya ternyata tidak. Karena ini bukan penelitian kuantitatif, maka kami mencari informan yang sekiranya dapat mewakili mengapa Ibu tersebut tidak memberikan ASI ekslusif. Padahal fasilitas di kantor kumplit. Dengan adanya Permenkes, seharusnya semua pegawai di kantor memahami kondisi Ibu menyusui. Didapatlah salah satu alasan karena ASInya tidak banyak. Banyak teori yang bilang ASI itu tergantung permintaan. Jadi ya rajin-rajinlah memompa.
Ada yang gak enak dengan bos kalau sering izin dan pekerjaan terbengkalai, dan ada juga yang merasa insecure kalau lihat hasil perahan Ibu-ibu lain jadi males buat memerah di ruang pumping. Pasrah dan sudahlah kasih sufor saja. Ya gak papah juga sih.
Jadi gimana dengan saya? Apakah dengan fasilitas yang bagus dan lengkap saya jadi semangat memompa? Asi jadi deras? Jawabannya ya dan tidak. Awalnya sih iyah, saya semangat sekali, sampai suatu ketika Ibu-ibu yang memang mungkin tidak dengan sengaja memperlihatkan hasil perahan mereka yang jumlahnya bisa 3-4 kali dari hasil perahan saya. Waduh… yang tadinya saya cuek, kemudian jadi ciut. Insecure. Kemudian yang awalnya PD gak pake apron (alat penutup dada) jadi besoknya pake apron atau ditutupin jilbab botol hasil perahannya. Nuang ke botolnya pun malu-malu. Duh jangan sampai deh kelihatan Ibu-ibu lainnya. Yang awalnya ingin ngobrol jadi males. Walhasil ngaruh ke psikologis, hasil perahan makin surut, karena ya TIDAK HAPPY. Wkwkwkwk.
Besoknya saya memutuskan untuk pumping di kubikel saja. Awalnya saya malu, tapi kemudian ya maap-maap ya… ketutupan kok. Pake apron kok, aman, tetap sesuai syariah. Sambil ngemil, sambil nonton youtube, sambil kerja kadang. Ya bebas lah. Gak lihat hasil perahan Ibu-ibu lainnya. Kelar, langsung masukin kulkas. Cuci pompa biarlah urusan nanti di rumah saja.
Baru sadar, di ruang menyusui memang ada beberapa tipe Ibu-ibu memerah. Salah satunya ya itu. Ada yang pake apron, ada yang cuek bebek saja. Kemudian ku menarik kesimpulan, kalau mereka yang memakai apron sepertinya seperti diriku. Insecure gak mau dilihat kalau hasil perahan ASInya tidak banyak. Iyah, soalnya nanya juga saya sama salah satu dan salah dua Ibu-ibu. Tentunya dengan cara bertanya yang gak menghakimi. Lah, orang senasib kan. Hehehe.
Ya udah, saya sekarang kadang pumping di kubikel, kadang di ruang pumping. Ya emang salah saya juga dapat teman pumpingnya yang ASInya banyak. Terus gak PD-an. Kepo maksimal juga. Padahal yah, seberapun dapatnya ya disyukuri aja. Yang penting hasilnya cukup buat anak kita kan. Soalnya ada, Ibu-ibu yang Asinya buanyak, tapi anaknya gak mau minum ASIP. Padahal dia sudah mencoba berbagai media pemberian. Walhasil hasil perahannya itu buat mandi. Hehehehe. Lalu untuk apa dia memompa? Ya itu tadi kan anaknya masih dbf. Jadi biar stok ASInya tidak habis karena selalu ada permintaan.
Tapi ya Ibu-ibu, percayalah Ibu itu insyaallah yang terbaik buat anaknya. Apapun keputusan yang dipilih Ibu, pasti mengutamakan anak. Meskipun si Ibu malas pompa, yang terpenting si Ibu bahagia. Gak kayak saya yang insecure-an dan kemudian makanya saya memilih yang membuat saya bahagia dengan pumping di kubikel. Yah sayang sih gak dapat makanan tambahan. Ah sudahlah, jajan ajah banyak kok kang jajan di kantor. Hahahhaa.
Semoga semua anak-anak di Indonesia bahagia karena sang Ibu bahagia dengan apapun pilihannya ya. Aamiin.

29 Oktober 2019