Featured

Kenapa Sih Mau Jadi ASN?

Lagi musim daftar jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) nih belakangan ini. Beberapa tahun belakangan katanya, menjadi pegwai pemerintah atau ASN merupakan profesi yang diincar mereka yang baru lulus kuliah. Pada umumnya alasan yang paling standar itu apalagi kalau bukan karena kepastian. Eh, tapi ada lagi gak sih alasan kenapa pada umumnya pencari kerja pengen sekali menjadi ASN. Berikut kira-kira menurut pengamatan dan survey kecil-kecilan wawancara dari teman-teman saya, kenapa sih kamu mau jadi ASN?

Orang tua adalah ASN atau pensiunan ASN

Orang tua selalu ingin melihat anaknya bahagia dan bekerja dengan tenang sampai tua. Menurut mereka menjadi ASN merupakan salah satu jalan mencapai kedamaian dalam hidup seperti zaman mereka waktu itu.

Adanya jaminan hari tua (pensiun)

Siapa yang gak mau dikasih gaji meski sudah gak bekerja? Semua orang mau kan? Tapi zaman sekarang kalau mau pensiun gak perlu jadi ASN juga bisa. Banyak Bank yang punya program dana pensiun.

Susah banget dipecat

ASN itu susah banget mecatnya. Prosedurnya panjang. Eh tapi sekarang udah lebih disiplin semenjak diberlakukannya sistem tunjangan kinerja. Kalau ada apa juga sebentar-sebentar dapat teguran

Kerjaannya santai kayak di pantai

Hellow… zaman kapan itu ngomongnya. Mending kalau mau jadi ASN kalian riset dulu deh ke beberapa ASN yang baru 3-5 tahun. Coba tanya mereka gimana kerjannya. Hahahhaha… Zaman netizen selalu bereaksi gini, banyak tuntutan cuy… Gaka da itu kerja mulai jam 10 jam 3 siang. ASN zaman sekarang itu kayaknya hampir 24 jam standby. Kebanyakan apa-apa sifatnya segera. Dinamis banget pokoknya lah… kubur dalam-dalam impian kerja antai kayak di pantai. Apalagi kalau anda masih single dan kos. Udah deh diandalkan sekali anda.

Banyak maklumnya untuk Ibu-ibu

Aduh, nanti saya dimarahin sama para feminist ini… ngomong gini. Tapi memang itu kenyataanya. Banyak mereka yang memilih jadi ASN karena kemudahannya kalau minta izin dalam rangka urusan keluarga. Mu ambil rapot anak dulu, mau anter anak ke sekolah dulu, atau apalah. Eh tapi sekarang gak segampang itu. Kalau mau izin ya siap-siap potong tunkin.

Kerja di Industri seperti tidak memiliki dunia lain

Untuk mereka yangs ebelumnya sudah mencicipi industri swasta yang memang sibuk, speertinya mereka ngiri lihat para ASN. Meskipun ya jelas gaji akan terjun bebas. Tapi ntah pendapatan ya… semakin sibuk tentunya semakin lumayan dong

Bisa keliling Indonesia bahkan dunia

Ini buat yang mengincar di instansi pusat ya. Betul kalian akan punya kesempatan untuk melihat sudut Indonesia dari lebih dekat. Lumayan banget buat update feed di sosmed. Selain itu dari perjalanan itu akan ada uang saku yang akan bisa menambah pundi-pundi rekening kamu. Kalau ada waktu, bahkan bisa sekalian jalan-jalan dong. Uhuy

Bisa ikut membangun negara dan bangsa tercinta

Cita-cita yang sungguh mulia. Jangan cuma ngomel-ngomel aja di sosmed kau. Ayo berbuat ikutan terlibat, dan rasakan nikmatnya. Hehehehe…

Idaman calon mertua

Gak bohong, memang banyak orang tua yang kalau melihat calon menantunya ASN, udah lampu hijau banget ya… tapi kayaknya tetap perlu wawancara lagi sih. Kalau saya sih akan saya tanya gajinya berapa pendapatan berapa… (buat yang ngerti aja)

Kira-kira begitu ya kenapa banyak orang berminat menjadi ASN. Namun, yang perlu digaris bawahi, buat teman-teman yang masih mencari-cari, untuk menjadi sukses dan bahagia tidak hanya melulu menjadi ASN. Semakin dewasa dan bertumbuh, yang terpenting ketika menjalani hidup dengan bahagia dan apapun yang bisa membayar segala kebutuhan hidupmu, ya dijalani saja.

Mungkin ada yang mau menambahkan, di sini kenapa tertarik menjadi ASN atau bahkan ada yang sama sekali gak tertarik, monggo ya…

Featured

Apa Kabar Ibu WFH dengan Batita?

Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah 20210729_085455.jpg
Suasana rumah ketika WFH berdua bareng Azzam :)))

Buat Ibu-ibu bekerja macam saya, Work From Home yang diterapkan kantor selama masa pademi itu seperti pisau bermata dua. Iyah semua hal kayaknya juga seperti itu ya, ada sisi positif dan negatifnya. Kali ini saya mau bahas ini ah. Buat kenang-kenangan nanti kalau suatu hari pandemi berakhir. Ih pernah begini loh… Hahahaha. Apa aja sih sisi positif dan negatifnya dari Ibu dengan batita yang juga harus WFH. Meski banyak yang bilang bisa WFH dengan gaji yang aman adalah sebuah privilege

Sisi PositifSisi Negatif
Aman dari virus-virus yang berkeliaran di luar. Gak perlu rempong ke kantor kayak mau perang, masker double dan mensugesti diri kalau di luar akan aman dan baik-baik sajaMemang aman sih dari virus… tapi… kesehatan jiwa dan raga diuji, karena Ibu susah buat kerja. Anaknya maunya main ditemani Ibu  
Bisa menjalin ikatan dengan anak. Asyiiikk… bisa main sama anak di rumah.Kenyataannya memang iya, ikatan begitu snagat erat bahkan anak nempel terus sama Iboooo… Maunya dipangku terus. Mau nimbrung pas zoom meeting. Kepo lihat teman-teman Ibu, pengen ikutan pencet-pencet laptop (saya sudah ganti keyboard dan keyboard baru pun huruf C udah copot)  
Asyiiik bisa stimulasi anak, bisa nih no gadget seharian. Bisa… aku pasti bisa.  Ampuuunnn Ibu nyerah, mau zoom meeting, harus jadi asrot, notulen, nih nak nih Tab, nih nonton Baby Bus nih, nih Nusa Rara nih… wkwkkwk
Bisa tidur siang… eh…  Boro-boro tidur siang. Kalau sama Ibu, si anak susah banget tidurnya. Malah ngajak main melulu… Giliran sama Mbak 5 menit langsung pules.
Bisa melakukan banyak hal seperti hobi dengan tanaman, foto-foto cantik, de el el de el el  Boro-boro mau melakukan hobi, anak bisa makan lahap 3 kali sehari dengan jadwal cemilan yang gak ke skip, aja udah alhamdulillah
Bisa kali nih nyambi cari sampingan jualan onlenYa Allah… sampingannya terganti sama bolak balik beresin mainan yang gak sengaja keinjek Ibu…
Sisi positif negatif WFH untuk Ibu dengan Batita

Kalau sudah gitu gimana dong?

Kalau saya awal-awal WFH sih y aitu mencoba menikmati seolah-olah saya Ibu rumah tangga, kerjanya sampingan. Tapi semakin kesini kerjaan makin wow, dan kok kayaknya gak ada mikirin tuh, lo di rumah sambil nggurus anak apa nggak. Terus kok ya jadi agak kurang professional gitu.

Terus saya juga merasa gak bahagia, karena kayak dikejar-kejar debt collector masalah kerjaan. Anak juga gak maksimal kepegang. Disambi-sambi, kebanyakan terpapar gadget juga, anak merasa kesepian dan minta Ibu menemani main. Duh memang multitasking itu tidak selalu sebanding lurus dengan produkstivitas ya.

Demi kewarasan jiwa dan raga Ibu dan Azzam, akhirnya memutuskan Ibu dan Azzam tiap pagi ke rumah Mbah. Di rumah Mbah Ibu bisa kerja di lantai atas. Azzam bisa main sama Adek, dan Kakak sepupu, bisa makan tepat waktu sampai cemilan, buah, susu, tepat waktu.

Ibu bisa lebih produktif. Jam kerja Ibu serius kerja, bisa sholat dengan tenang, dan kadang curi-curi waktu buat nulis dan me time. Selesai kerja Ibu bisa penuh menemani Azzam main, membacakan buku, menemani ritual mau tidur, menyanggupi minta makan atau bikin teh meski udah malam. Atuh… kenapa gak tidur aja sih. Hehehe.

Karena ya kalau seharian di rumah, pasti tugas-tugas kantor tertunda. Ibu harus bangun tengah malam, buka laptop buat kerja, pake mikir lagi. Otomatis Ibu kurang tidur dan gampang banget cranky. Ibu memang bukan Ibu-ibu Instagram yang tetap terlihat bahagia meski mengurus anak di rumah sambil bekerja. Kok bisa sih mereka sekeren itu…. kok bisaaa….

Jadi jadwal sehari-hari Ibu begini, dan meski ongkos bensin Bapak dan bayar tol nya bikin lumanyun, yang penting masih aman anggaran keluarga dan yang terpenting Ibu bisa namaste.

WaktuKegiatan
03:30-04:00Bangun, ke toilet kemudian mengumpulkan nyawa
04:00-04:30Tahajud, berdoa, me time
04:30-04:55Ke dapur masak nasi, preparasi buat masak
04:55- 05:15Sholat Shubuh dan zikir pagi
05:15-06:00Masak buat Azzam buat satu hari (sayur, lauk, potong buah buat 3 porsi) siapin snack, minum, dan yang mau dibawa ke rumah Mbah
06:00-06:30Mandi, rapih2 kasur, dan siap berangkat
06:45Ke rumah Mbah
07:30Sampai rumah mbah
07:30-08:00Mandiin Azzam
08:00 – 12:00WFH
12:00-13:00Ishoma
13:00-16:00WFH
17:00Selesai WFH
18:30Pulang ke Jatiasih
19:15Sampai di Jatiasih
19:15-20:00Beres-beresin barang dari rumah Mbah dan siapin buat besok. Azzam ditemani Bapak.  
20:00-21:00Main sama Azzam sampai bersih-bersih mau tidur
Jadwal Ibu WFH

Kalau dilihat dari jadwal, memang waktu Ibu sama Azzam gak banyak, namun lebih berkualitas dan Ibu merasa jauh lebih sehat secara mantal. Gak senggol bacok, nungguin Bapak pulang, gak manyun pas Bapak pulang, main sama Azzam juga lebih mendalami karena ya memang seharian belum keep in touch lama kan. Alhamdulillah jam segitu Azzam nya belom ngantuk. Karena siang dia tidur lebih dari cukup. Malah Bapak Ibu yang seringnya sudah ngantuk. Hehehe. Maafin ya Nak.

Eh tapi kadang ya capek juga dengan ritual siap-siap setiap harinya, pengen gitu jadi full Ibu ART, tapi ya begitu, harus dipastikan kerjaan satu hari itu gak padat-padat banget. Tapi ya kerjaan juga terkadang unpredictable, sih.

Mungkin yang kurasakan belum seberapa dibandingkan sama Ibu-ibu yang punya anak sudah sekolah dan balita ditambah harus bekerja kadang tanpa ART lagi. Aduh saya mah hormat setinggi-tingginya. Sehat-sehat semua buat semua Ibu-ibu dan calon Ibu, dengan sehat semoga kita senantiasa bisa bahagia. Aaamiin.

Featured

Belajar Jadi Minimalis Edisi Kondangan

Beberapa waktu yang lalu, kami sekeluarga menghadiri pernikahan sepupu di Klaten. Sudah diinfo sejak beberapa bulan kalau dresscodenya putih. Bapak-bapak pakai jas saja.

Duh baju putih yang kupunya yang layak tidak ada bukaan depan. Bayangan saat itu, acara kondangan yang lama, kalau Azzam cranky gerah lalu pasti akan minta nen gitu. Ada yang bukaan depan, eh sudah kekecilan.

Pokoknya gak mau gamis, alasan:

  • karena takut ribet menjuntai-juntai dan kotor
  • kalau beli online takut bahannya gak nyaman, kepanjangan butuh usaha ke tukang jahit buat potong bajunya
  • kalau mau gendong Azzam susah

Tiba-tiba saja datang ide, awalnya pengen beli aja dress biasa biar bisa dipake buat ke kantor. Memang butuh sih. Mikirnya bawahannya itu kain batik saja. Punya kain batik yang sudah kujahit menjadi rok yang siap dan bisa dipakai segala kondisi.

Mulai deh searching di market place. Tiba-tiba kepikiran buat beli kebaya aja, persis seperti kebaya yang kubeli buat wisuda S2 kemarin. Kebaya dengan resleting depan. Sayangnya gak ada  yang warna putih. Huhuhu sedih.

Akhirnya keywordnya berubah jadi kebaya menyusui. Kemudian keluarlah model kebaya encim Betawi yang modelnya memang berkancing. Cari warna putih, eh kok bagus. Bahannya katun. Gak boleh males baca review pembeli lainnya. Katanya bahannya adem, lumayan sesuai harga. Harganya emang terbilang lumayan murah, yaitu 74.500 rupiah saja. Ah coba beli ah, toh kalau gak sreg, ya emang murah jadi gak usah protes banyak-banyak. Itu prinsip yang gak tauk benar atau salah. Hahaha

Akhirnya pesanan datang. Pas pegang bahannya. Ya ampun ini kok kayak bahan seragam kemeja zaman sekolah. Wkwkwk. Ah sudahlah coba dicuci dan disetrika saja. Alhamdulillah untuk ukuran pas dan gak mletet, adem, pokoknya nyaman sekali buat bergerak segala macam rupa. Hehehe.

Setelah dicuci dan disetrika, lumayan juga sih. Jilbab pakai yang ada. Warna putih tulang. Bawahannya pakai rok batik warna hitam dan coklat model A-Line. Sepatu? Ya pakai sepatu yang biasa buat ngantor aja dong. Sepatu kets silver Rockport kesayangan aku. Yang usianya sudah dua tahun.

Tas kondangan? Tentu tidak perlu. Bawa bayi say, tetap harus bawa perlengkapan macam pospak, tisue basah, tisue kering, hand sanit, baju ganti satu, handuk kecil, cemilan, dan ya pokoknya tas saya macam tas doraemon apa aja ada. Tetap pakai tas ransel mini kulit favorit yang dibeli pas ada bazar di kantor.

Make up? Berhubung saya make up komplit pas kondangan doang, (eh tu juga gak komplit-komplit amat) cek laci yang gak ada maskara aja, karena sudah expired. Akhirnya cus ke Indomaret beli maskara sachet merek Moko-Moko. Bener kan, kepake nya cuma pas itu aja.

Baju Ibu buat kondangan checked.

Beralih ke baju Bapak. Jas hitam alhamdulillah masih muat. Bapak akhirnya beli kemeja putih. Iyah menurut saya mah mahal. Tapi ya sudahlah beliau mah bebaskan saja. Alasannya gak punya kemeja baju putih yang bagus. Hehehe. Sepatu awalnya mau beli kembaran sama Azzam, tapi kuajak diskusi baik-baik, Sepatu masih banyak. Okelah mau kembaran sama Azzam. Tapi kondisi sekarang, apa memungkinkan sepatunya dipake seberapa perlu. Yang ada nanti keburu kekecilan. Wkwkwkwk. Akhirnya Bapak gak jadi beli sepatu. Ibu menang.

Gimana dengan Azzam? Oh iya Azzam punya baju kado dari teman Bapak di Thailand. Kemeja putih dengan rompi kotak-kotak model seragam anak TK. wkwkwk. Eh iyah ada juga stok kemeja putih motif lumba-lumba biru dongker dan bawahannya celana jeans panjang dan pendek dibawa saja. Kenyataannya gak mau dong dipakein baju kemeja rapi. Maunya kemeja putih dan celana jeans pendek. Ya sudah ibu ngalah, demi anak yang bahagia. Wkwkwkwk.

Dan inilah kami, yang lebih senang di luar ketimbang di dalam gedung.

Susah benerrr foto sama todler😖 dengan tentengan cemilan tentunya 😂

Terus gimana? PD gak pas di sana? Wah alhamdulillah saya PD banget, meski outfit yang biasa-biasa aja. Saya bebas mengejar-ngejar Azzam yang sempat berguling-guling di lantai, bolak-balik cuci tangan di kran, nangis histeris gara-gara Ibu gendong adik sepupu yang masih bayi, sampai baju putihnya yang penuh es krim coklat di mana-mana. Ibu tetap bisa calm dan ya udahlah namanya anak-anak.

Minimalis ke tiap orang itu beda-beda ya, minimalis buat saya bukan seminimal mungkin gak beli apa-apa. Tapi lebih memanfaatkan yang ada dan sangat sadar (banyak pertimbangan) sebelum memutuskan menambah barang. Apalagi kalau cuma untuk penampilan semata. Balik lagi ke prioritas ya bund… hehehehe…

Fase Finansial Dalam Hidup

Belakangan ini lagi ramai banget nih yang membahas pengaturan uang. Lebih-lebih dalam situasi pandemi ini. Mulai dari mereka yang punya latar belakang konsultan keuangan sampai influencer yang sudah mulai sadar pentingnya pengaturan keuangan dari berbagai latar belakang profesi.

Nah, sekarang saya lagi mau cerita nih fase finansial dalam hidup saya. Pernah hidup dalam kondisi pas-pasan sekali waktu kecil, tidak pernah liburan kalau tidak acara undangan tour dari kantor Ibu atau lingkungan RT (mengsedih sekali hahahaha). Tapi sudahlah itu yang membuat saya merasa bersyukur sekali berada di tahap sekarang. Alhamdulillah berlebih sekali tidak, tapi bisa mencukupi apa yang saya butuhkan dan sedikit bisa membantu orang-orang tersayang (semoga merasa terbantu yah).

Menabung Sedari Kecil

Saya sendiri sudah mulai sadar uang harus diatur mungkin semenjak dari kecil. Maklum, latar belakang dari keluarga yang dikasih uang sakunya pas-pasan ya mau gak mau saya harus pintar atur keuangan. Tujuannya itu waktu itu supaya saya bisa beli barang yang saya mau tanpa minta ke orang tua (karena sadar kalau minta gak akan dipenuhi 😊)

Jadi seingat saya, saya mulai menabung itu benar-benar dari kecil. Ketika sadar senangnya dikasih uang Ketika lebaran tiba. Ibu saya membukakan rekening di bank dari yang Namanya Tabanas. Setiap dapat uang lebaran, sehabis buka celengan uang receh, atau dikasih uang sama pakde, bulek, atau mbah, minta tolong Ibu memasukkan ke Tabanas.

Pindah ke Bekasi, buka rekening baru di bank terdekat rumah. Apalagi kalau bukan BRI. Makin senang karena mulai berani ke bank sendiri buat nabung. Hikmah menabung itu baru kurasakan saat SMU. Pas SMU itu saya ikut les Bahasa inggris yang dianggap wajib sama anak Se-SMU kala itu. Iyah di LIA. Pasti anak 90 an tahu deh. Sebulannya itu bayar 300-400 ribu di tahun 2000 awal. Nah itu sudah cukup memberatkan buat orang tua saya, jadi ketika saya duduk di kelas tiga SMU dan teman-teman sudah sibuk memilih bimbingan belajar bisar bisa masuk universitas impian, saya mah bingung buat gimana bilang ke Ibu biar diizinkan ikut bimbel dan tentunya masalah pendanaan.

Akhirnya saya mengalah, Ketika Ibu bilang kayaknya berat kalau harus bayarin bimbel saya, akhirnya saya mengambil uang tabungan saya itu buat ikutan bimbel. Lulus SPMB gak? Lulus dong., tapi gak diambil. Ya udah gak papah… all is worth… anyway

Masa Kerja dan Single

Selesai kuliah alhamdulillah langsung kerja. Lokasi jauh dari rumah. Untuk transport hampir setengah gaji. Nyoba nge-kost biaya lebih besar, karena seringnya kangen rumah. Kangen masakan Ibu. Cuma nge-kos 3 bulan. Gaji pertama di industry farmasi 1 juta dan transport 200 ribuan.

Tapi happy, udah bisa ngajak Ibu ke Naga Swalayan buat bayarin belanja bulanan, ngasih uang Bapak 50-100 ribu buat jajan, dan beliin pulsa adik. Tidak lupa sebisa mungkin menabung, meski susah dan maksimal 200 ribu.

Niat nabung sekali soalnya punya cita-cita buat lanjut kuliah S1. Akhirnya diputus kontrak setelah satu tahun kerja. Iyah kurang kompeten kalik saya, sampai kontrak tidak berlanjut jadi karyawan tetap. Hehehhe. Yaudah gak papah. Udah lewat kok.

Akhirnya nekat daftar kuliah di kampus yang banyak keringanan di biaya. Bayar uang pokok setengah di awal semester, lunasin bpp dan ½ sks pas mau UTS, dan lunasin sisa sks pas mau uas. Tentunya kuliah sambil kerja dong. Kerja di apotek dengan pertimbangan bisa tetap kerja dan jadwal yang fleksibel buat kuliah. Gaji gimana? Gak lebih besar, harus menabung setiap bulan 500 ribu. Walhasil selalu naik angkot, mewah naik ojek, dan bawa bekal dari rumah. Bawa minum, bawa cemilan, biar gak gatel jajan di luar.

Belum setahun kerja, eh Apoteknya bangkrut dong. Hahahahha… terancam di PHK tanpa pesangon pula. Wuaaa… nasib sangat tidak berpihak padaku kala itu kalau dipikir. Agak tenang, abis ini kalau di PHK gak pengangguran, karena masih kuliah, tapi gimana buat bayar kuliah. Ya kemudian merasa sebal dengan hidup yang kejam banget.

Mulai frustasi melihat keruwetan hidup, hahahha. Jalan ninjaku berikutnya adalah mengikuti Tes CPNS. Alhamdulilah kali ini keterima. Terus terang menjadi PNS itu lumayan berkah buat saya waktu itu. Setidaknya biaya kuliah aman. Meski konsekuensi susah nyuri waktu buat menyelesaikan kuliah tepat waktu. Dah yang penting selesai kan.

Nah, pas jadi PNS itu saya yang memang terbiasa nabung, makin giat menabung. Ntah, makin bahagia aja melihat jumlah rekening yang bertambah. Waktu itu tujuannya ya cuma tabungan yang banyak. Belum tahu buat apa. Mungkin untuk biaya menikah. Karena ya duit dari mana kan kalau mau nikah. Saya bukan anak sultan. Ya bener sih, akhiranya tabungan buat nikah. Beli souvenir, undangan, seragam keluarga, dan printilan-printilan lainnya. Pak calon suami bagian sewa pelaminan, baju, mas kawin, dan seserahan. Orang tua bagian konsumsi hasil jual tanah warisan dari Mbah yang daripada akan menjadi urusan yang bermasalah, mending dijual saja. Oh iya, uang hasil amplop para undangan dikasih ke Ibu. Kami dikasih uang buat beli kulkas pertama kami. 😊

Bertambah penghasilan ketika masih single, gak merubah gaya hidup alhamdulillah. Masih beli tas lima puluh ribuan, masih beli tas dan sepatu di ITC, dan masih suka bawa bekal dari rumah. Meski ya tetep diajakain jalan ke Plaza Indonesia, Plaza Semanggi, dan seringnya sih windows shopping ke ITC Kuningan atau Mall Ambassador.

Fase Keuangan Setelah Menikah

Setelah menikah, bagaimana mengatur keuangan? Kalau sebagai PNS, terus terang pendapatan saya mah standar ajah, paling ada lebihan dari tunjangan kinerja, meski sekarang jauh berkurang pendapatan dari perjalanan dinas.

Baru menikah, Zaki yang masih belum lama kerja juga gajinya pas sekali. Pas buat bayar kontrakan waktu itu 500 ribu, ngasih duit ke saya sejuta kayaknya gak sampe. Wkwkwkwk.

Setelah menikah, akhirnya punya tujuan keuangan berikutnya, yaitu beli rumah. Saya yang memang doyan nabung, berkeras buat mengumpulkan uang buat DP. Akhirnya memberanikan DP rumah dari uang tabungan 20 juta, dan ngutang dari koperasi dengan jaminan sertifikat tanahnya Ibu dapat 20 juta. Akhirnya bisa beli rumah meski secara KPR. Cicilan 2,6 juta selama 15 tahun. Urusan cicilan dipikirin suami, bayar utang DP urusan saya. OK. Beratttt… tapi dijalanin aja.

Kembali nabung pelan-pelan buat mengisi rekening yang kosong. Inget banget dikasih tauk bukunya Ligwina Hananto yang judulnya Indonesia kuat. Jadi belajar pentingnya dana darurat dari situ. Nabung lagi. Kali ini tujuan keuangan kami ikutan program hamil. Wow ini juga wow banget. Ntah berapa rupiah yang sudah mengalir ke RS, urusan promil ini. Kapan-kapan cerita deh keuangan buat promil ini.

Di tahun ke 4 suami alhamdulillah dapat fasilitas mobil dari kantor, gaya hidup kami ya gak banyak berubah. Paling nambah pos buat traveling aja, karena memang hobi. Di tahun ke 7 suami memutuskan resign dan harus beli mobil sendiri, karena fasilitas dari kantor sebelumnya ya hilang. Pas ambil mobil, pas ikutan IVF dan alhamdulillah ada lagi rejekinya dari dana JHT suami alhamdulillah hadirlah Azzam di tengah-tengah kami.

Nah alhamdulillah di tahun ke 12 pernikahan kami, masih ada cicilan rumah yang insyaallah 5 tahun lagi. Mobil alhamdulillah sudah lunas, dan gak pernah nyangka bisa punya mobil sendiri. Sengaja nyicil mobil cuma 2 tahun biar gak lama ikat pinggangnya. Sekarang mobilnya udah 5 tahun dong. Suami udah berkali-kali ajukan rencana ganti mobil. Tapi belum di approved sama saya. Hahahahaha.

Pengaturan keuangan keluarga kami memang ada dua pos berhubung kami punya dua pos penghasilan, dan itu memang pilihan kami (saya dan suami). Kami saling terbuka kok dan saat ini, model pengaturan keuangan seperti ini yang paling pas menurut kami. KIra-kira begini kami mem-poskan anggaran keluarga:

  1. Suami memberikan 1/3 gajinya buat saya. Ini yang saya gunakan untuk keperluan makan sehari-hari, belanja bulanan, kebutuhan anak kami, bayar asisten 2 orang (satu di rumah saya, satu di rumah Ibu), hiburan kayak makan di luar, nonton bioskop, dll. Dari uang ini alhamdulillah saya bisa menabung sebulan cukup buat biaya Pendidikan anak kami nanti. Dari uang yang dikasih suami ini, 55% untuk biaya hidup, dan sisanya buat nabung atau liburan, dan biaya tak terduga.
  2. Gaji suami sisanya buat bayar cicilan rumah, pulsa suami, kasih ibu, adik-adik suami, wifi, listrik, bensin, jajan, bayar sekolah Azzam nanti, menabung, dan investasi.
  3. Gaji saya buat bayar pulsa saya, ongkos kerja, kasih Ibu, kasih keponakan kadang-kadang, dan beli kebutuhan saya lainnya. Kebutuhan saya apaseh? Skincare, jajan di kantor, makan di kantin, ke mall, jajan buku, jajan baju, jilbab. Hehehhehe. Kadang juga buat kebutuhan anak juga tentunya. Saya juga masih (mewajibkan diri) bisa menabung dari sini.
  4. Dana darurat dipegang siapa? Tentu di tabungan suami. Tabungan saya buat tambah-tambah biaya sekolah, buat dana senang-senang, liburan, ataupun naik haji insyaallah. Sekolah anak sih utamanya tetap suami dong wkkwkwk.
  5. Bagaimana dengan investasi? Kalau saya pribadi investasi paling nyaman di reksadana pasar uang buat bayar asuransi jiwa tahunan, liburan, juga pendidikan. Sedikit logam mulia buat naik haji atau pendidikan, dan juga sedikit tabungan saham untuk pensiun. FYI saya kurang suka dengan perhiasan, jadi jarang beli perhiasan. Kalau properti? Gak suka juga, karena perlu perhatian lebih, dijualnya susah, selain itu duitnya juga belum sampai kalau mau belinya tunai. Hehehe.
  6. Kalau liburan pakai dana apa? Biasanya kita kolaborasi. Misal suami bayar transport, nanti tabungan saya buat hotel. Makan? Pake uang makan bulanan atau lebih sedikit. Begitu aja sih, dan gak ada masalah sih. Ya berbagi aja. Namanya sudah menikah kan.

Proses keuangan setiap keluarga dan idividu berbeda-beda gak ada cara yang paling tepat dan salah, semuanya disesuaikan dengan kondisi dan situasi masing-masing. Namun yang saya percaya, Allah memberikan rezeki sesuai dengan usaha hambanya. Percaya rezeki Allah luas sekali. Semangat buat teman-teman yang masih berjuang dan meraih kebebasan finansial. Bisa yuk, sama-sama.

Nilai-nilai yang diterapkan keluarga memang membentuk kami menjadi individu yang berbeda dalam mengelola keuangan setelah menikah. Nah bagaimana kami mau berkompromi dan saling menghargai satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, itu kuncinya. Tujuan finansial kami saat ini ya sekolah Azzam, naik haji dan kalau saya pribadi pengen banget pensiun sedini mungkin, dan di masa tua pengen lanjut jalan-jalan dengan gaya hidup yang stabil hahahahaha… aamiiin semoga sehat terus kita semua.

Cerita Menyapih Azzam :)

Tulisan ini sudah tersimpan di kotak penyimpanan sudah lama, lupa belum sempat dipost. Berhubung tanggal 1-7 Agustus adalah pekan ASI sedunia, mau cerita ah sedikit proses meyapih Azzam. Jujur awalnya sempat bingung mau bagaiaman caranya supaya tidak mengecewakan kedua belah pihak. Hahaha… Soalnya ya anak itu kan manusia yang utuh yang sudah sepatutnya diperlakukan sebagaimana kita ingin diperlakukan. Jadi gak tega kalau pakai adegan paksa memaksa. Harus pakai negosiasi lah hihihi…

Proses menyusui adalah sebuah proses yang penuh tantangan buat saya juga Azzam. Sebagai Ibu baru, minim pengalaman, awalnya saya mengira proses menyusui itu adalah proses alamiah yang pasti dapat dilalui dengan mudah oleh semua Ibu di dunia. Hewan aja bisa kok menyusui anaknya, moso iya saya gak bisa. Apalagi saya begitu menantikan anak saya, hamil dengan sangat niat (ya gimana gak niat sampai IVF), nunggunya lama pula. Begitu tahu hamil bahagianya kayak apa wah sangat tidak terkira.

Cerita proses perjuangan menyusui saya ada di sini MengASIhi Capek? Banget!

Alhamdulillah dengan segala perjuangan, saya lulus juga menyusui 6 bulan, lalu berlanjut sampai dua tahun. Segala model menyusui Azzam sudah fasih. Sampai alhamdulillah saya mulai sounding ke Azzam untuk proses memensiunkan proses menyusui sejak Azzam usia 20 bulan.

Pelan-pelan kasih tauk kalau Azzam sudah besar, nanti berhenti nenennya. Azzam sudah bisa makan donat, makan momogi, makan es krim, minum susu ultramilk. Yang nenen itu dedek bayi, yang belom bisa makan. “Iyahhhh…” jawab Azzam. Tapi ya iyah ketika itu saja. Udah di kasur mah lupa.

Suatu hari di tanggal 17 Februari 2021. Azzam hampir 2 tahun 4 bulan. Saya pulang kantor, sudah mandi, sudah bersih. Biasanya kalau sudah begitu Azzam langsung nagih. Iyah nagih nenen. Tapi sore itu, Ibu gak langsung menghampiri. Setelah menyapa, Ibu langsung bilang “Ibu mau minum dulu ya…”

“Iya Ibu, minum dulu. Biar Ibu gak sakit ya?” jawab Azzam

“Iyah. eh Ibu makan dulu deh.” kata Ibu lagi.

“Iya Ibu makan dulu, biar gak sakit ya Bu.”

“iyah… ih anak Ibu manis bener…”

“Bu, nenen Tante Uti berdarah. Sakit.” kata Azzam lagi.

“Kenapa?”

“Berdarah… Dek Anum angis (nangis)”

Setelah Ibu makan, Azzam minta dipangku Ibu, terus tanya, “Ibu nenennya sakit? Berdarah? Nggak kan Bu?” tanya Azzam

“Euhm… iya gak ya, tapi kalau Azzam nenenin terus mungkin bisa berdarah ya. Azzam mau nenen? Tapi kalau berdarah, udah ya gak usah.” Ibu nanya dan bersiap buka nenen.

“Nggak bu… jangan bu, gak usah buka…”

Jeng jeng… nah semenjak itulah Azzam berhenti nenen. Seminggu pertama malam-malam, kalau terbangun masih nangis-nangis minta nenen dan menolak ditawarin air putih, susu uht atau apapun. Katanya mau nenen aja. Tapi ah sudah tanggung, saya gak kasih dong, tepuk-tepuk aja terus. Azzam pun nangis tersedu-sedu sampai ketiduran. Insyaallah saya udah siap sih. Siap tega maksudnya. Awalnya gak tega. Tapi ya memang mau gak mau sih.

Sekarang sudah dua minggu. Alhamdulillah sudah makin mantabs gak nenennya. Azzam sendiri sudah sepenuhnya sadar dia sudah gak nen, dan kalau tidur juga gak nen.

Lalu konsekuensinya apa, setelah gak nen?

  • Jam tidur malam mundur. Awalnya jam 8 sudah ngantuk dan nen langsung tidur. Sekarang jam 9 baru mau naik tempat tidur, belum waktu membaca buku dan cerita-cerita mau tidur. Seringnya Bapak sekarang tidur lebih dulu daripada Azzam. Ibu juga pernah sih. Hehehehe.
  • Sedia cemilan macem-macem. Anaknya suka nanya, terus makan apalagi ya? Elahhh…
  • Sedia mainan yang bikin sibuk. Mulailah ibu, beli-beli mainan edukatif seperti puzzle juga playdoh misalnya.

PR tahun ini berikutnya adalah Toilet Training. Semoga bisa selesai tahun ini. Semangat Ibu dan Bapak.

Stay Cation di Hotel Lido Lake Resort Sukabumi

Tulisan yang menceritakan liburan dalam rangka birthday trip dan awal tahun 2021 kemarin. Gak menyangka akan ada gelombang kedua badai Covid-19 bahkan sepertinya melebihi tahun 2020 kemarin. Syedih. Harus cerita Covid Tahun 2020 dan 2021 ini nanti ya.

Pandemi masih berlangsung. Setelah Zaki selesai isoman dan benar-benar sehat dari Covid kemarin, kami akhirnya memberanikan diri buat liburan ke luar Jakarta sebentar. Kata Zaki dalam rangka ulang tahun. Abis ditanya mau kado apa saya bingung banget. Eh Zaki booking aja gitu tiba-tiba Lido Lake Resort.

“Besok kita nginep ya di Sukabumi. Gak macet deh insyaallah.” kata Zaki.

“Oh ya udah…” jawab saya gitu doang. Sambil berharap semoga kata-kata gak macetnya itu beneran tejadi. Karena ya saya memang orangnya gampang bete. Apalagi ada Azzam. Udah kebayang kan kalau Azzam cranky, Ibunya ikutan. Wkwkwkwk.

Sampai di Lido Lake Resort siang itu hujan. Resort model zaman kolonial terpampang, dan kita kayak masuk ke dalam rumah yang ada di sinetron gitu. Rumah orang kaya yang sudah kaya dari kakek-kakeknya gitu deh.

Sambil menggendong Azzam yang begitu pulas tertidur, saya mencari sofa yang cukup besar. Zaki menuju meja resepsionis untuk check in.

TIdak lama kami sudah di dalam kamar. Akhirnya saya bisa memindahkan berat tubuh Azzam ke tempat tidur beralas seprei putih. Alhamdulillah. Saya beralih ke jendela membuka tirai jendela. Masyaallah, pemandangan jalan, hamparan rumput hijau di belakang hotel, hingga danau Lido terpampang.

Pemandangan siang menjelang sore itu begitu syahdu sekali. Gerimis masih mengguyur. Duh ini suasana enak banget buat bobo siang. Tidak lama Azzam bangun. Kami sepakat untuk jalan-jalan sore ke arah danau dan menguji nyali buat mencicipi dinginnya air kolam renang.

Azzam happy pingin berenang. Bapak pun akhirnya nyemplung. Ibu jaga di permukaan aja. Mengamati.

Pemandangan dari Lido Lake Resort
Dingin-dingin berenang dong… gerimis pula. Alhamdulillah sehat-sehat ya Nak…

Senja mulai datang. Masyaallah lagi sore itu. Bagus sekali. Langit warna jingga dengan tambahan pohon kelapa yang menjulang. Lukisan alam yang luar biasa.

Malamnya kami pesan makan di hotel aja. Bingung juga modelan resort mau makan di mana. Males juga sih Zaki nyetir lagi. Kami pesan sop buntut. Menu andalan kalau nginep di hotel. Satu porsi buat bertiga. Hahaha. Ibu hemat.

Besok paginya kita keliling hotel lagi. Jalan-jalan ke arah danau. Nyebrang jembatan ke arena outbond hotel. Menyebrang jembatan gantung. Azzam mampir sebentar main perosotan di area playground hotel.

Area outbond banyak pohon pinus. Lihat-lihat rumah pohon. Kemudian dikasih tahu sama petugas di situ kalau ada penangkaran rusa. Kami pun menuju ke sana. Wow jalannya lumayan seru. Awalnya Azzam jalan.. Tapi karena lama, akhirnya Bapak gendong. Hehehe. Mohon maaf, Ibu sudah angkat tangan kalau harus gendong Azzam lama-lama. Berat.

Bapak dan Azzam menyusuri jembatan Danau Lido
Setelah sampai diujung dikasih pemandangan begini…

Azzam senang lihat rusa. Meski ini kali kedua sih lihat rusa secara langsung. Tapi gak sedekat ini. Pas kemarin di Taman Safari lihatnya dari mobil aja.

Melihat penangkaran rusa

Lelah jalan-jalan, kita sarapan. Rame juga ternyata pengunjung resort pagi ini. Menu makanannya lumayan lengkap. Yang lucu ada Indomie corner-nya dong. Azzam sarapan bubur ayam. Ibu macam-macam dong. Buah, sereal, sampai pisang goreng.

Oh iyah Azzam sempat jatuh pula di restoran. Sebenernya sih jatuhnya gak heboh, tapi keburu dilihatin jadi malu deh. Nangisnya lumayan bikin heboh dan mengundang lirikan pengunjung lainnya.

Judulnya staycation tapi gak menampilkan banyak sudut-sudut hotelnya ya. Hahaha. Hotelnya bangunan tua peninggalan Belanda meskipun sudah ada beberapa bagian bangunan baru. Sukanya karena dekat sekali dengan alam.

Eh ada gosipnya nih sedikit. Kayaknya fakta sih, hotel ini kan punya bos media yang banyak itu. Katanya lagi mau buat Disneyland di situ. Konon si Bos media itu ikrib dengan mantan Presiden Amerika. Bahan ini didapat dari Zaki yang hobinya baca situs berita online.

Jam 11:30 kita check out dari hotel pulang. Makasih Bapak. Ibu senang, bisa lihat yang hijau-hijau dan menghirup udara segar, setelah melalui tahun 2020 yang luar biasa.

MengASIhi Capek? Banget!

Postingan mengendap di draft sudah lama banget. Hahaha. Anaknya sekarang udah mau 3 tahun. Alhamdulillah sehat. Sekali-sekali strugling sama makanan ya sama aja lah sama kita orang dewasa, kadang lahap, kadang males. Apalagi kalau tiba-tiba demam ada bakteri atau virus iseng hinggap. Seminggu sakit BB terjun bebas. Ibuk kuwat. Meski udah mau tiga tahun Ibu akan selalu merasa tidak tahu apa-apa. Kemudian diingatkan. Anak-anak itu sampai 18 tahun lo… Wkwkwk. Makanya kalau diajakin program anak kedua, masih gak sanggup begadang, sampai gak nafsu ngapa-ngapain. Di otak cuma gimana ASI lancar, anak sehat, dan mau mimik yang banyak tentunya diiringi peningkatan BB yang sigifikan. Ambisius banget lah.

Berikut cerita mengASIhi yang cuma biar suatu ketika dibaca, bikin senyum-seyum dan menyadari “Gilak, kok segitu ambisius nya yah saya. Padahal biasanya mah ya udahlah…” wkwkkwkwk.

Fase Awal Menyusui

Sebelum bayi saya lahir ke dunia, tentunya saya sebagai calon ibu kekinian yang selalu up-date informasi, pasti dong berburu ilmu tips dan trik agar sukses menyusui kek orang-orang di Instagram yang suka posting ijazasah bayinya udah lulus S1, S2, sampai S3. Widiw… lumayan kan buat konten IG.

Ikhtiar pertama apalagi kalua bukan ke took buku. Yup. Saya beli buku-buku bagaimana sukses menyusui, dipinjami adik ipar juga, sampai ikutan kelas menyusui yang diadakan teman saya yang kebetulan usaha sewa freezer ASI. Buku-buku sudah khatam. Ikut workshop sudah. Ah bisa inimmah, asal tekad kuat dan bulat pasti gampang. Pasti bayi saya mau nenen, dan saya akan melakukan bonding (dengan proses tatap menatap dengan adik bayi yang akan menunjukkan ke seluruh dunia, how grateful I am)

Sampai ketika hari itu tiba, satu hari setelah melahirkan ASI belum keluar dong. Pancing pakai pompa di RS. Ikutan kelas menyusui lagi di RS. Mana kekeuh juga gak mau pakai sufor. Hari ketiga pulang dari RS masih irit keluar, baru kolostrum. Eh ternyata, tipe putting inverted alias mendelep. Dipancinglah pakai spuit biar putting keluar. Sampai rumah pusing ASI belum keluar, eh ada beberapa kerabat jenguk dengan entengnya bilang “Duh mana ASI-nya, loh kok putingnya gak ada?” Ya Allah, untung orang tua, kalau anak kecil dah kugendong kali.

Hari kelima, Azzam akhirnya harus menginap di RS karena kuning. Setelah sebelumnya jumlah air seni yang keluar kurang dan berwarna pekat. Duh rasanya, kayak hilang separuh nyawa. Maklum Ibu baru, hormon, belum menunggu Azzam yang 8 tahun lamanya. Ketika harus meninggalkan Azzam di RS sendirian itu rasanya ya. Masih kekeuh pake ASI dong. Sampe rumah pumping. Bodohnya saya tuh sudah dipinjamin berbagai macam pompa, tapi belom belajar. Yakan mana kepikiran kudu langsung mompa ye kannn. Sumpah gak kebayang sama sekali deh sampai mengalami sendiri yang Namanya menyusui itu. Ya udah langsung video-call-an sama temen. Dua jam Cuma dapat 40 ml dong. Wkwkwkwk. Buat yang ASInya luber-luber ya selamat ya. Pumping sesekali sambal nangis kalau inget Azzam di RS. Kata orang-orang jangan stress biar ASI lancar. Ya gimana gak stressssss cobaaaaa… Pengen banget tereak ke orang yang nasihatin deh, Sebelah pake pompa, sebelah perah pake tangan. Terus pas shubuh tumpah, gara-gara ngantuk. Malam-malam suami anterin ke RS. Besoknya kami seharian di RS. Alhamdulilah dua malam Azzam boleh pulang. Sudah normal bilirubinnya.

Terus, kena sufor gak? Ya kena lah… Azzam minum sudah 60-70 ml sekali minum. ASI yang di dapat 200 ml sehari. Ya gak cukup, jadi campur. Pulang dari RS ya udah, bertekad bisa lah ini ASi. Alhamdulillah bisa, ternyata usut punya usut kami ke konselor laktasi dan ternyata Azzam ada lip tie sedikit. Jadi baru pinter nen itu di hari ke 13. Azzam suka males buat nen, maunya pake cup feeder. Tapi Ibu terus semangantin, “Azzam ayuk kita sama-sama belajar. Nen yang pinter biar ASI Ibu cukup buat Azzam. Ayo kita belajar bareng-bareng.” Alhamdulillah Azzam sudah pintar menyusu.

Menyusui Sambil Kuliah dan Mengerjakan Tesis

Alhamdulilah saat melahirkan Azzam saya belum ngantor, masih harus menyelesaikan kewajiban tugas belajar. Waktu itu lagi mulai menyusun tesis. Duh rasanya itu…. tiap mau ke kampus ketemu dosen pembimbing harus lihat stok ASIP di kulkas. Sampai punya kartu stok ASIP lo. Belom kalau tiba-tiba Ibu dosbing WA minta ketemu di kampus saat itu juga. Mau gak mau bopong bayi ke mertua.

Pas di kampus juga nyuri-nyuri waktu buat pompa. Sambil di perpustakaan, di kantin, di mushola, sampai di kelas saat kuliah pun mompa jalan terus. Kalo dipikir-pikir kok segitunya ya, dan kok ya bisa tetap waras… hahahaha… makasih buat teman-teman yang membuat saya tetap waras.

Hal yang paling penting, ketika menyusui sambil kuliah dan mengerjakan tugas tesis adalah adanya penurunan kapasitas otak saya secara drastis 🙂 Kayaknya mah saya aja kalik ya. Bahkan ada beberapa dosen yang ketika saya mendengaran kuliahnya, sumpah saya gak ngerti beliau membahas apa, berbicara tentang apa, ya Allah tiba-tiba merasa menjadi mahasiswa yang siap telat lulus. Kalau saja teman-teman gak “geret-geret” dan gak capek-capek menyemangati kalau kita bisa lulus dan wisuda bareng-bareng. Akhirnya bisa juga saya lulus tepat waktu saat Azzam 9 bulan.

Meski Azzam sudah MPASI, Apakah kali ini drama selesai? Oh tentu tidak. Drama perjuangan naikin BB, makan yang kadang lep kadang ibu harus bersabar, dan masih banyak lagi. Menyusui masih, pumping masih, apa punya stok satu kulkas? Nggak. Tapi percaya, Allah akan cukupkan buat Azzam. Usaha? Pasti dong. Jadi menyusui itu memang bukan hal yang mudah buat saya. Tapi saya berusaha, dan percaya kalau ASI baik untuk Azzam. Saya juga percaya semua Ibu sudah melakukan yang terbaik untuk anaknya.

Selamat Mengasihi…

Suami Positif Covid-19

Pandemi gak kelar-kelar ya Allah… itu saja hampir setiap hari yang saya keluhkan. Tapi ya udahlah hidup harus terus kan?

Jadi saya mau sharing pengalaman suami yang dinyatakan positif Covid-19. Alhamdulillah sekarang sudah membaik dan sudah terbilang aktivitas biasa. Meski begitu, masih harus menyelesaikan isolasi mandiri yang pada saat saya menuliskan ini sudah berjalan 7 hari setelah dinyatakan positif.

Semenjak pandemi ini, kami memang masih beraktivitas di luar karena pekerjaan. Saya sih gak tiap hari. Paling banyak itu seminggu tiga kali ke kantor. Karena kantor saya zona merah banget. Wkwkwk… tapi gak mungkin dan gak akan di lokdon-lokdon deh apapun yang terjadi. Tauk kan di mana? Hehehehe…

Meski demikian saya berusaha banget menjalankan protocol kesehatan semaksimal mungkin. Pake masker dobel kain dan medis kalau di kantor, sering cuci tangan, bawa hand sanitizer, dan semprot-semprot desinfektan.

Pulang kantor, pakaian langsung pisahin, mandi bersih, baru pegang Azzam. Minum vitamin, madu, air hangat lemon, propolis, makan sehat, sebisa mungkin olahraga, dan jemuran matahari pagi. Sebisa mungkin gak makan atau minum yang bisa jadi pemicu sakit. Di saya itu kayak pilus, gorengan, keripik kaya mecin yang padahal enak, es-es an yang kelewat manis.

Kalau ada yang dirasa aneh di tenggorokkan atau gak enak badan langsung deh minum air hangat yang banyak dan banyakin pikiran positif sehat, sehat, dan sehat. Satu lagi. Langsung pake masker kalau ketemu orang atau pas ke rumah orang tua.

Nah balik ke cerita suami yang dinyatakan positif Covid. Minggu sebelum bergejala, tepatnya Kamis Jumat Zaki itu ada kerjaan ke Bandung. Ya mungkin saja itu Coronces dapat dari sana. Sejauh itu sih itu yang kami curigai.

Berawal Minggu 27 September, suami mengeluh kedinginan. Minta matiin kipas angin. Ya Allah padahal siang itu gerah banget. Apa karena kusibuk bolak-balik ngurusin Azzam jadi perasaan badan keringetan. Sore itu pun Zaki minta mandi pakai air hangat. Ukur suhu, masih di bawah 37,5. Minum Panadol, minum vitamin, minum air hangat, dan malam itu Zaki tidur di sofa karena gak kuat AC. Azzam gak mungkin gak pakai AC.

Nah hal itu berlangsung sampai hari Rabu malam. Rabu pagi Zaki cek asam urat katanya tinggi. Oh mungkin itu. Ya sudah makan sehat saja yuk. Tapi masih gak enak badannya. Istilahnya greges gitu ditambah suara terdengar agak bindeng. Oh mungkin mau flu biasa aja.

Sebenarnya saya maunya Zaki swab dan katanya mau rapid tapi belom juga. Eh Kamis pagi, pas Zaki mandi, saya lagi kerja dan Azzam lagi kedatangan tamu kecilnya di ruang tamu. Saya keluar dari kamar bermaksud menemani Azzam. Eh kok bau gas banget. Baunya sampai keluar. Wong Azzam dan tetangga saya saja sampai ribut bau gas.

Pas Zaki selesai mandi, saya heran dong kok dia gak menyium bau gas yang baunya masyaallah. Kami pun saling lihat-lihatan. Mungkin kalau di sinetron musiknya gini, jeng jeng jeng jeng…… wkwkkwkw

Saya inisiatif ambil parfum, kopi, sampai minyak kayu putih. Katanya cuma nyium tapi dikitttt banget. Ya Allah… langsung saya bilang, “Sudah kamu swab dih plis,” Langsung deh maskeran medis terus. Eh tapi pake masker dari Senin deh kayaknya pas hidung agak-agak mampet dan sedikit batuk-batuk gitu.

Zaki langsung pesan untuk swab melalui aplikasi Halodoc dan memilih RS Hermina Galaksi. Kecurigaan kami yang menjurus positif gak bikin kami panik. Ya awalnya panik, tapi mari berpikir jernih biar tahu apa yang harus dilakukan.

Pulang tes swab Zaki beli kasur untuk kamar sebelah. Kami putuskan langsung isolasi. Meski kami berharap hasil negatif, awalnya saya dan Azzam mau menunggu hasil sampai Sabtu dan gak perlulah mengungsi ke Bintara. Takutnya kan malah kami bawa virus. Tapi malamnya Zaki berpendapat buat kami ngungsi aja. Takutnya kelamaan bareng lama-lama kami terpapar kan. Mana Azzam kan agak susah untuk dikondisikan Bapak lagi diisolasi. Hehehe. Malam itu pun kami beli gas, gallon, telur 1 kg, apel, mangga, pir, pepaya, jeruk, memastikan kalau Zaki perlu isolasi mandiri, semua sudah aman perbekalan.

Jumat pagi saya berkemas dan kami melakukan rapid tes di klinik dekat rumah. Pagi itu hasilnya non reaktif semua. Kami pun masih punya harapan. Moga-moga aja besok hasilnya negatif. Zaki pun mengantar saya dan Azzam ke Bintara. Ke rumah orang tua saya.

Di Bintara saya maskeran terus, meski alhamdulillah tidak ada gejala. Demi keamanan semua.

Sabtu siang, Zaki mengabari saya via wa kalau dia positif. Baiklah saya sudah menyiapkan hal terburuk. Tapi ya tetep aja kaget. Duh. Pertama yang terlintas, duh gimana dengan saya dan Azzam? Bagaimana dengan orang-orang di rumah Bintara? Belom Sabtu kemarin kami kumpul di rumah Ciracas. Itu kan banyak banget orang Ya Allah… Gimana Ibu dan Bapak, belom keponakan-keponakan yang balita. Dari yang positif banget harus gimana-gimana sampai yang negatif-negatif saya pikirin semua. Hahahhaha.

Baiklah, hal yang pertama saya lakukan, menghubungi tetangga di cluster dan menceritakan semuanya. Alhamdulillah tanggapan mereka baik sekali. Mulai dari siap mensupport makanan setiap harinya, sampai menanyakan apa yang dibutuhkan Zaki. Alhamdulillah ya Allah makasih banget dikasih tetangga baik-baik begini.

Saya pun mengabari kantor dan mendaftar untuk swab di kantor. Qodarullah di ruangan saya ada kasus positif baru dan saya pun tidak sendiri tapi bareng teman-teman yang kontak dengan teman saya yang positif itu.

Senin 5 Oktober pun saya swab di kantor. Alhamdulillah sampai hari itu tidak ada gejala covid ataupun apa. Saya merasa sehat. Berbeda waktu swab pertama di mana saya sedang batuk jadi sempet stres. Meski begitu ya saya tetap deg-deg an sampai tiba diumumkan Kamis pagi kalau alhamdulillah hasil swab saya negatif. Alhamdulillah dan saya gak perlu pakai masker lagi di rumah. Saya juga diizinkan mingggu ini saya tidak perlu ke kantor.

Hari ini 9 Oktober 2020. Kondisi Zaki sehat, sudah kerja di rumah. Alhamdulillah teman-teman di kantornya negatif juga. Cuma ya memang Zaki belum tes swab kedua jadi masih isolasi di rumah. Rencananya sih besok.

Gimana pemenuhan kebutuhan makan Zaki di rumah? Alhamdulillah banyak banget makanan. Kata Zaki kulkas di rumah sampai penuh. Ibu mertua banyak banget kirim makanan. Semua makanan kesukaan Zaki dikirimin. Sop Ayam, Sop Iga, Entok Rica-rica, sampai paru dan mie goreng. Tetangga juga kirimin sarapan bubur ayam, lontong sayur, sampai kerupuk dan roti tawar. Kayaknya Zaki lebih happy begini deh. Wkwkwkwkwk. Ketimbang makan masakan saya yang alakadarnya. Hehehehhe.

Alhamdulillah juga rumah adik yang berdekatan, jadinya gampang minta tolong apa kayak beli galon, beli vitamin yang habis, dikirimin es kelapa juga. Pokoknya Zaki benar-benar gak stress sama sekali. Dia mah enjoy banget di rumah kerja, nonton Netflix. Sehari dua tiga kali saya cek suhu, saturasi oksigen, video call-an sama Azzam. Saya juga kirim video Azzam.

Dukungan dari warga juga kami dapat sembako yang isinya daging ayam, mie, dan susu uht.

Saya berkala mengecek beberapa yang kontak dengan Zaki. Keluarga Ciracas alhamdulillah sehat, keluarga Bintara sehat, orang di kantor Zaki sehat, sampai anak tetangga dan mbak yang bantu-bantu di rumah sehat. Itu aja yang bikin saya lega banget. Setelah hari Kamis  waktu swab juga Zaki sudah sehat, rajin berjemur dan saya minta dia olahraga lihat dari Youtube biar gak gendats setelah isolasi.

Hikmah dari semua ini ya kok Allah memang masih sayang banget sama kami. Coba aja gak ada gas yang bocor manalah kami ngeh dan meyakinkan Zaki untuk swab. Sebelum yang terburuk terjadi kan, udah dikasih tanda. Ya Allah makasih banget banget banget.

Saya sehat, Azzam sehat, Zaki sehat. Itu aja cukup.

Mungkin saja kondisi Zaki gak drop banget jadi virusnya gak merajalela di tubuhnya. Begitu juga tingkat penularannya  yang tidak terlalu infeksius. Mungkin juga kondisi saya dan Azzam yang lagi fit jadi si virus enggan hinggap. Makasih Gusti Allah… makasih… semoga kami sehat dan pandemic ini segera berakhir di Indonesia. Amiiin

19/10/20

Tanggal 12 Bapak swab lagi dan hasilnya positif. Terus dikasih obat-obatan banyak banget dari antivirus, antibiotic sampe vitamin-vitamin yang sebenarnya kami masih punya. Tapi di RS Bunda itu setelah dari dokter, pasien suruh nunggu di ruang isolasi dan gak bisa bilang babibu kalo vitamin A, B dan C masih banyak di rumah gak perlu diambil. Jadilah semua akhirmya diambil. Biayanya berapa??? Ya bisalah dapat laptop yang murah. Udah bye gak usah dibahas. Nyesek bukan karena Covid, tapi karena menguras biaya. wkwkwk.

Oke fix Zaki gak bisa ikutan ultah Azzam… huhuhu sedih banget. Tapi ya sudah tak mengapa. Seminggu lebih tepatnya tanggal 21 Oktober Zaki swab lagi. Awalnya bingung mau yang hasilnya cepat tapi mahal. Takut kalo masih positif. Eh tapi dia PD aja dong.

Tanggal 22 Oktober Jam 11 lewat ketika saya di terminal 3 Bandara Soeta, Zaki mengabarkan kalau hasil swab test-nya kemarin itu NEGATIF. Alhamdulillahhhhh… akhirnya.

Buat yang masih berjuang dalam pandemi apapun itu… semangat. Mengutip kata-kata teman saya yang juga penyintas Covid-19, “Pandemi ini harus dihadapi bareng-bareng Mba. Pasti bisa…” iya betul banget. Zaki yang alhamdulillah tenang dan tetap positif, berjuang dengan support dari sekelilingnya. Isteri, anak, Ibu, Bapak, Adik2, Kakak2, tetangga, teman-teman kantor, hingga teman-teman saya. Makasih semuanya. Sehat-sehat dan semoga pandemi ini segera selesai. Aaamiin

Menikmati Rabbit Village Hotel Novus Giri Puncak dan Lari-larian di Kebun Raya Cibodas

Azzam dan Kelinci di Rabbit Village

Menyambung postingan kemarin Ke Taman Safari Indonesia Kala Pandemi kami akhirnya putuskan untuk menginap di hotel sekitar Puncak. Awalnya sih mau yang dekat Taman Safari, tapi karena serba dadakan, ya penuh deh. Zaki googling dan hasil referensi saudara, dan yang penting masih tersedia sih kamarnya, jadilah kami putuskan menginap di Novus Giri Hotel di daerah Puncak Cipanas.

Perjalanan ke Novus Giri Hotel dari TSI kurang lebih satu jam. Oh iya, kami booking via booking.com. Masalah kebiasaan aja sih. Untuk harga murah atau mahal ya relatif. Langsung ke sana juga bisa sebenarnya, malah kayaknya lebih murah. Wkwkwkwk.

Tiba di Novus Giri menjelang maghrib, kami yang dapat kamar twin bed minta disatukan. Iyah, pilihannya untuk superior tinggal yang twin bed. Alhamdulillah staf hotelnya bantu banget buat merubahnya jadi satu bed besar. Setelah itu langsung bersih-bersih, mandiin Azzam, kemudian pesan sop buntut yang harganya mahal buat ukuran kami, tapi enak banget rasanya, jadi puas. Satu posrsi sop buntut buat bertiga. Azzam makan banyak. Dagingnya empuk, kuahnya hangat dan segar. Pas di udara dingin malam itu.

Setelah itu ngapain? Gak mungkin dong kami nongkrong-nongkrong di jalan makan jagung bakar, setelah ada Azzam. Hehehehe. Jadilah kami kruntelan di kasur. Baca buku, sambil cerita-cerita pengelaman seru di TSI siang hingga sore tadi. Karena Azzam tidur sore, jadilah dia masih “on” dan masih ngajak nyanyi-nyanyi, joget-joget. Padahal Ibu Bapaknya sudah capek dan ngantuk banget.

Kayaknya saya tertidur lebih dulu dari Azzam. Setelah sebelumnya sudah baca ayat kursi, dan beberapa ayat pendek biar saya merasa aman aja sih. Hotelnya gak menampakkan hawa-hawa horor kok, meski pas kami datang sepertinya kamar kanan kiri tidak ada penghuninya. Pokoknya aman. Azzam juga gak riwil, sampai-sampai dia ketiduran sendiri tanpa nenen.

Paginya, kami yang memang gak sarapan di hotel cari sarapan di luar. Zaki dan Azzam bubur ayam, saya nasi uduk. 40.000 buat sarapan bertiga. Alhamdulillah.

Selesai sarapan kami lanjut main ke kolam renang, Azzam nyebur tipis-tipis aja. Airnya dingin sekali, meski sinar matahari pagi itu sedikit menghangatkan. Di kolam renang, kami bertemu dua teman baru, kakak-kakak anak SD dan Azzam selalu happy kalau ada teman baru.

Azzam Kasih Makan Kelinci
Kasih makan kelinci sama Bapak

Di kolam renang, saya iseng nyelupin Azzam sampai kepalanya terendam air semua, barengan gitu sih sama saya. Cuma satu detik, tapi sudah membuat Azzam panik dan langsung mogok nyebur. Akhirnya kita nungguin Bapak di kolam renang, Azzam malah nyelonong ke lapangan tenis di bawah kolam renang. Ibu capek ngejar-ngejar.

Azzam Nyelem-nyelem Dikit
“Hai Bapakkk….”

Selesai berenang, gak langsung mandi. Cuma ganti baju, kemudian berjemur aja, eh lama-lama kering sendiri. Main ke Rabbit Village dulu biar abis main-main sama kelinci baru mandi, biar bersih.

Pagi itu ada beberapa keluarga yang mengunjungi Rabbit Village. Aktivitas yang bisa dilakukan di Rabbit Village kayak kasih makan kelinci, ngejar-ngejar kelinci, sampai gendong kelinci kalau berani. Yah anak-anak kemarin sih sebatas elus-elus punggung kelinci. Soalnya berat kelinci beda tipis kan sama berat badan mereka.

Meski terlihat agak ngeri-ngeri gimana gitu, Azzam terlihat happy main di desa kelinci.

“Ibu… poto-poto mulu sih…”

Balik ke kamar, kami bersih-bersih, dan karena lapar lagi, kami bikin Pop Mie to the rescue. Hehehe. Sampai Azzam pun ikutan makan. Sekali-sekali lah…

Kami check out jam 11 lewat dan langsung menuju ke Kebun Raya Cibodas.

Tiba di sana kami Sholat Zuhur dulu. Parkir di area luar dan masuknya gak boleh bawa mobil kalau sudah lewat dari jam 9 pagi gitu deh. Beli tiket masuk seharag 16.500 rupiah. Masuk arena kebun raya, kami makan siang dulu. Azzam dan Ibu makan soto ayam, Zaki beli mie godog. Harganya gak murah dengan rasa yang so… so… biasa hahahahha.

Di depan Mushola Kebun Raya Cibodas

Kami putuskan langsung naik mobil golf Kebun Raya buat keliling Kebun Raya yang luasnya …. Wow, ternyata kami tidak menyesali keputusan kami naik mobil yang harganya lebih mahal daripada tiket masuk Kebun Raya sendiri.

Naik Mobil Keliling Kebun Raya Cibodas

Hawanya sejuk banget di sana. Pohon tinggi-tinggi ugh seger banget. Medannya juga susah juga ternyata, naik turun yang lumayan terjal. Gak jauh mobil jalan, ada air terjun buatan dan banyak yang piknik di sekitarnya. Wah seru banget. Karen kami gak berencana basah-basahan ya kami putuskan gak berhenti di situ. Kami pun lanjut sampai akhirnya berhenti di padang rumput yang lebih luas.

Alhamdulillah Zaki bawa sarung, jadi kami gak perlu sewa tikar buat rebahan di padang rumput. Parkir stroller, kemudian rebahan. Azzam excited banget lihat padang rumput yang luas. Puas dia lari-larian, ngejar-ngejar balon sabun yang ditiup orang, sok akrab sama orang baru, sampai guling-guling di padang rumput.

Azzam Menunggu Arahan Ibu

Kira-kira satu jam, kami memutuskan untuk pulang. Kami menunggu mobil lagi untuk kembali ke gerbang depan. Azzam tiba-tiba ngamuk gak mau pulang dan gak mau pakai stroller dong. Lumayan berat, nangis kejer banget. Ya udah, kayaknya dia sih ngantuk dan lelah.

Ya udah alhamdulillah nunggu mobilnya gak lama. Azzam akhirnya tenang setelah di mobil dan nen. Benar saja, medannya masih lumayan, tanjakan dan turunan, yang wow lumayan curam juga. Kalau jalan ya bisa, bisa capek sih kalau buat kami. Hehehehe.

Duh, happy banget kesitu, hirup udara segar sebanyak-banyaknya dan merasa kapan-kapan harus balik ajak keluarga besar buat ke sini. Di luar Zaki jajan Thai Tea, saya jajan strawberry, Azzam jajan kuda karet dan balon sabun. Yeeayyy… adil. Kami pun bergegas pulang…

Semua happy, meskipun pas perjalanan pulang menuju Jakarta ada sebuah kejadian yang gak menyenangkan. Besok aja diceritain lah… hahaha.

Terus setelah ini baca postingan di twitter ada yang staycation tapi demam pas di hotel dan ternyata positiv Covid-19. Kemudian parno lagi udah di rumah aja. Berani amat kemarin ya… hahaha… Stay save semuaaa…

Ke Taman Safari Indonesia Kala Pandemi

Istana Panda Taman Safari Indonesia

Ketika pandemi ini berjalan memasuki 2 sampai 3 bulan, banyak mereka yang berangan-angan apa-apa yang akan mereka lakukan ketika pandemi ini berakhir. Eh kok makin ke sini si kurva pasien positif Covid-19 baru setiap harinya gak landai-landai. Mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar, hingga kondisi proses transisi PSBB dan masuk ke era normal baru, kok ya tidak ada perubahan ini Covid masih betah di Indonesia.

Bahkan di negara asalnya saja, Covid-19 menurun setelah kurang lebih tiga bulan. Nah ini Indonesia, sudah mau 5 bulan dong, belum ada hilal sama sekali kapan hilangnya ini Covid.

Melihat keramaian di tengah masyarakat yang katanya sudah era normal baru, mall sudah dibuka, perkantoran sudah dibuka, pasar ramai kembali, sampai tempat makan, membuat kami yang di rumah aja ini agak-agak terpancing buat melihat dunia luar.

Meskipun saya sendiri ya tidak membenarkan juga sih. Dunia pariwisata pun mulai bergerak sedikit demi sedikit, hotel-hotel dan tempat wisata pun beberapa kembali dibuka dengan tentunya menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19.

Saya juga sudah ngantor, meski masih seminggu paling banyak 3 kali. Akhirnya bisa istirahat sejenak dari rutinitas dengan berdua saja dengan bayi di rumah. Hehehe. Lumayan butuh banget refreshing ibu nih…

Eh, lihat-lihat instagram, kok sudah ada yang posting foto-foto liburan yah. Meski awalnya gak kepengen sama sekali, pas baca lasan mereka dan pemilihan tempat liburan, kok saya jadi tergoda ya. Apa sih yang bikin saya tergoda? Liburannya di alam terbuka membuat anak bermain bebas sesuka mereka. Tempatnya yang luas sehingga masih bisa menjaga jarak dengan pengunjung lainnya.

Menjelang Idul Adha kemarin, di sepanjang jalan banyak hewan kurban dijajakan. Kami yang bolak balik Jatiasih Bintara pun kerap “menyapa” calo hewan kurban tersebut dari jendela mobil sekaligus memperkenalkan hewan ke Azzam. Apalagi di Bintara ada kandang sapi yang penghuninya lumayan banyak untuk diperjual belikan yang sering dikunjungi Azzam bersama sepupu-sepunya. Senang sekali anak-anak melihat sapi yang sedang makan, melenguh, ataupun sedang dimandikan pengurusnya.

Tiba-tiba kepikiran aja, mengajak Azzam jalan-jalan ke Taman Safari Indonesia di Cisarua Puncak. Benar-benar mendadak banget. Kalau gak salah Kamis baru saya utarakan ke Zaki, untuk kita berencana berangkat di hari Sabtu, tepat satu minggu sebelum Idul Adha lalu.

Sabtu pagi kami berangkat dari rumah jam 08:00 setelah sarapan bubur ayam di rumah, mampir ke rest area untuk ke toilet dan jajan cemilan. Wiii, kondisinya di sana ramai. Wong toilet saja antre lumayan. Begitu juga di minimarket, kasir yang ada 3 orang penuh semua oleh mereka yang berbelanja untuk perbekalan berwisata. Ya iya, ngapain belanja di situ kalau iseng dari rumah. Persis seperti sedang tidak ada pandemi di Indonesia.

Tiba di TSI pukul 10:00 alhamdulilah belum begitu antre dan macet. Ketika tiba di gerbang, kami diukur suhu dan mobil disemprot desinfektan. Karcis masuk dewasa hari libur 240 ribu rupiah, dan anak di bawah usia 5 tahun 210 ribu. Waktu itu kami tidak langsung masuk, karena Azzam masih lelap tertidur. Kami menunggu di parkiran sebelum masuk arena satwa hingga pukul 10:30.

Memasuki arena di mana satwa dibebaskan, memang agak lambat, maklum mobil di depan mungkin lagi memberi makan satwa, jadi agak antre. Oh iya, sebelum masuk ke TSI, di jalan banyak yang menjual wortel untuk pengunjung bisa memberi makan satwa. Tapi perhatikan ya, kalau ada tulisan larangan memberi makan sebaiknya dipatuhi. Kan serem kalau pas di kandang singa atau pas hewannya lagi gragas lapar banget bisa repot urusannya.

Azzam terlihat senang sekali, meski semua hewan berkaki empat dipanggilnya dengan Emooo (dari suara sapi) atau Embeeek (dari suara kambing). Seperti kerbau, zebra, banteng, ilama, semua dipanggil Emooo dan Embeeek. Ya berkali-kali juga Ibu sibuk menjelaskan nama aseli satwa tersebut. Berikut foto-foto kami ketika berputar melihat satwa yang dibiarkan bebas itu.

Kami pun parkir di area parkir B, menuju area Baby Zoo. Beberapa tahun lalu, area baby zoo tidak terlalu luas, isinya hanya singa, harimau, yang tentu saja masih baby. Eh tapi, sekarang sudah keren sekali, gak kalah sama yang di Jatim Park Malang dan ada taman burung yang mirip-mirip Bali Bird Park.

Ada gua buatan, air terjun buatan, kolam buatan, yang membuat suasananya terasa sejuk banget. Di luar juga ada area baby kanguru di mana si Azzam mau nyelonong masuk. Iya, kami pakai stroller, tapi semenjak bisa jalan, kalau dia pegal di stroller-nya ya dia pasti minta turun dan kami kewalahan menjaganya supaya tidak offside.

Keluar dari Baby Zoo, kami melipir ke mushola. Wah bersih lo musholanya, toiletnya juga. Pokoknya senang banget deh kemarin, gak ada bete-betenya. Hahahaha.

Usai menjalankan kewajiban, terus terang kami lapar. Azzam sih sudah makan sedikit di mobil. Secara dia ribut minta makan karena iri melihat satwanya dikasih makan. Wkwkwkwk.

Kami pun bergerak langsung menuju sasaran utama kami ke TSI, yaitu menengok panda, jadi kami harus ke area parkir D, bisa bawa mobil atau naik kereta. Dari situ antre naik mobil khusus ke Istana Panda yang letaknya memang lebih ke atas.

Agak antre sih buat ke bus-nya, tapi gak lama. Saya dan Zaki antre bergantian, sambil mengawasi Azzam yang tidak bisa diam. Kami memang gak bawa stroller pas ke Istana Panda, dan itu pilihan tepat. Hehehe

Memasuki area istana panda, aduh wow banget. Benar-benar di kaki gunung Gede Pangrango. Hawanya sejuk, angin semilir, benar-benar deh saya buka masker dan menghirup udara siang itu sebanyak-banyaknya. Wow bahagia sekali. Meski terengah-engah kejar-kejaran sama Azzam yang susah banget buat foto. Padahl itu spot foto buanyak banget. Meski kali ini fotonya selalu ada masker. Hehehehe. Tapi ya sudahlah ya… namanya bawa anak pokoknya teteap happy. Kelihatan banget dia senang lari-larian bebas meski di Istana panda lokasinya berbukit dan banyak anak tangga. Alhamdulillah sekali Itu alasan sebaiknya tidak usah bawa stroller. Hehehe.

Alhamdulillahnya lagi Azzam anaknya juga gak betean. Alhamdulillah gak kayak emaknya. Paling kalau disuruh stop jangan lari-larian, kita foto dulu baru deh dia bete.

Udara yang sejuk membuat kami memutuskan makan siang di area foodcourt-nya. Saya pesan soto betawi dengan nasi, Zaki nasi bebek hainam dan mie panda. Awalnya saya suapin Azzam dulu, takut-takut dia lapar lagi setelah lari-larian, eh ternyata malah nasi satu porsi habis dong. Waduh, untungnya ada mie panda. Semua rasanya enak, meski dalam wadah yang alakadarnya bisa terobati dengan rasanya yang setara dengan harga. Hahahaha. Iyah mahal. Per porsi untuk hidangan utama 50-70 ribu. Tapi ya sudahlah, kapan lagi makan dengan pemandangan pegunungan.

Susah Banget Diajak Foto

Setelah puas ke istana panda, kami pun bergegas meninggalkan TSI. Masuk mobil Azzam sepertinya lelah sekali, minta nen dan langsung tertidur. Padahal kami masih belum masuk banyak arena, ada arena koboi, bekantan, penguin, reptil, duh nyesel gak dari pagi. Puas lah tiket hampir 700 ribu.

Di perjalanan, kami memutuskan untuk staycation di hotel. Berhubung hotel di sekitar TSI penuh, kami memutuskan ke arah Cipanas. Staycation-nya akan dipost selanjutnya ya.

Pesan moral dari perjalanan ini: “setidaknya cari tahu dulu tempat tujuan kita, jangan bermodal pengalaman yang waktu ke TSI cuma keliling-keliling saja dan waktu itu merasa rugi karena harganya mahal.” Makanya kunjungi dulu website nya ya di tamansafari.com Hahahahhaa… yuk kesana lagi besok-besok dengan persiapan dan tujuan yang lebih matang. Mungkin Azzam 5 tahun lah ya…